Yosephine Ariyani Tambuwun / XII IPS 2 / 36
Presiden Joko Widodo menegur para kepala daerah yang lebih suka belanja produk impor daripada produk dalam negeri di acara peresmian pembukaan Rapat Kerja Nasional XVI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Tahun 2024 di JCC, Senayan, Jakarta. Jokowi mengungkapkan, penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah kabupaten maupun pemerintah kota di Indonesia yang baru mencapai 41 persen. “Ini perlu saya ingatkan, beli produk kita sendiri. Mengumpulkan anggarannya itu sangat sulit sekali jadi gunakan 100 persen untuk pengadaan barang dan jasa itu produk dalam negeri,” ujar Jokowi saat memberikan sambutan acara peresmian tersebut pada Rabu, 10 Juli 2024. Jika pemakaian produk impor lebih besar, lanjut Jokowi, maka yang akan mendapatkan manfaat adalah negara lain. Sehingga, mantan Gubernur Jakarta itu menegaskan, sebaiknya Pemda harus secara 100 persen menggunakan barang dan jasa dari dalam negeri. Jokowi juga mengingatkan agar masyarakat mau membeli produk-produk dalam negeri untuk mendukung penerimaan nasional.
Dalam era modern ini, fenomena masyarakat yang lebih memilih produk impor daripada produk dalam negeri semakin marak terjadi. Produk-produk dari luar negeri sering kali dianggap memiliki kualitas yang lebih baik, desain yang lebih menarik, serta citra merek yang lebih kuat dibandingkan dengan produk lokal. Fenomena ini tentunya diawali dengan globalisasi, yang membuka akses lebih luas terhadap berbagai produk dari luar negeri dan mempengaruhi selera masyarakat dalam memilih barang konsumsi. Globalisasi membuka wawasan masyarakat hingga mengetahui tentang hal-hal di luar jangkauan fisik, yakni pengetahuan, ide-ide, dan produk dari negara lain melalui informasi yang berlimpah dari internet dan media sosial. Dengan kemudahan akses digital, masyarakat dapat mengetahui tentang produk-produk asing melalui tren media sosial di negara lain, yang dapat diikuti dan disebarkan oleh influenser dan figur publik lokal. Selain itu, globalisasi memberikan akses terhadap produk-produk asing melalui kegiatan impor, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun memudahkan konsumsi masyarakat terhadap produk-produk asing. Perkembangan teknologi serta maraknya sarana e-commerce semakin memungkinkan masyarakat untuk memperoleh produk luar negeri secara langsung jika barang tersebut tidak tersedia melalui jalur impor.
Produk buatan asing diminati masyarakat karena sering kali menawarkan pilihan yang lebih variatif, kualitas yang lebih tinggi, serta harga yang lebih terjangkau dibandingkan produk lokal. Selain itu, terdapat pula produk asing yang memiliki harga mahal tetapi tetap banyak diminati, terutama karena produk tersebut menjadi tren atau berasal dari merek bergengsi yang telah dikenal luas, khususnya di kalangan masyarakat kelas atas di Indonesia. Minat terhadap produk asing juga sangat dipengaruhi oleh media sosial serta budaya populer dari luar negeri, seperti film, musik, dan figur publik dari negara lain, misalnya artis-artis Korea atau Barat. Meskipun terdapat produk lokal yang juga bergengsi, pengaruhnya masih belum sebesar merek-merek asing. Hal ini disebabkan oleh kurangnya variasi dan inovasi pada beberapa produk lokal serta strategi branding yang belum sepenuhnya masuk ke dunia mainstream, sehingga jangkauannya terhadap masyarakat luas masih terbatas.
Fenomena ini dapat diidentifikasi dari munculnya persepsi kuat di masyarakat bahwa produk asing pasti lebih berkualitas, inovatif, dan terpercaya dibandingkan produk lokal. Paparan globalisasi yang masif membentuk familiaritas masyarakat dengan produk-produk asing yang sering mereka konsumsi, hingga memperkuat anggapan bahwa merek global lebih unggul dan dapat diandalkan. Salah satu ciri lain dari fenomena ini adalah bagaimana produk dan merek asing marak menjadi tren di kalangan anak muda melalui media sosial. Karena masyarakat cenderung mengikuti tren dari negara-negara maju tertentu, perubahan tren di negara tersebut seringkali diadopsi dengan cepat.
Masyarakat cenderung meniru tren dari negara yang memiliki pengaruh besar dalam industri produk, media, dan budaya, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Para pengikut tren asing ini tidak hanya membeli produk luar negeri, tetapi juga meniru gaya hidup dan penampilan agar menyerupai masyarakat internasional. Indikator lain dari fenomena ini adalah semakin banyaknya merek asing di pusat perbelanjaan besar dan ramai. Keberadaan mereka di lokasi-lokasi strategis semakin mendorong masyarakat, termasuk mereka yang sebelumnya kurang mengenal merek tersebut untuk membeli produk asing karena mudah dijangkau dan terlihat menarik.
Bukti nyata dari fenomena ini terlihat pada tingginya penjualan merek-merek fast fashion seperti H&M dan Zara, yang diminati oleh kalangan menengah ke atas karena koleksi desainnya yang dianggap lebih modis dan lebih mengikuti tren. Padahal, model bisnis fast fashion ini sering kali tidak etis, dengan pergantian koleksi yang sangat cepat dalam hitungan minggu serta kondisi kerja yang tidak manusiawi. Ironisnya, banyak masyarakat lebih memilih produk-produk ini dibandingkan produk lokal, meskipun produk dalam negeri sering kali diproduksi dengan lebih etis dan mendorong perekonomian Indonesia.
Untuk mengatasi fenomena ini, merek lokal perlu lebih aktif membangun eksistensi di masyarakat. Kualitas produk harus terus ditingkatkan agar mampu bersaing dengan produk asing. Selain itu, merek lokal dapat mengambil inspirasi dari tren global tanpa menjiplaknya, sehingga bisnis mereka dapat berkembang secara lebih stabil dan berkelanjutan. Produk yang memiliki nilai orisinal dapat menumbuhkan rasa bangga masyarakat terhadap produk dalam negeri.
Pemerintah juga dapat berperan dengan memberikan insentif bagi pelaku bisnis lokal serta memperkuat kampanye “Bangga Buatan Indonesia”. Selain itu, pemerintah dan para kreator konten sebaiknya lebih sering membangun kesadaran mengenai pentingnya nasionalisme ekonomi dan dampak kebiasaan konsumsi terhadap perekonomian negara. Strategi pemasaran dan branding juga perlu ditingkatkan agar lebih modern dan kreatif, dengan mengikuti tren kalangan muda. Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, produk lokal dapat lebih dikenal dan dihargai masyarakat Indonesia.
0 Comments