Nicholas Ian/29
Nicholas Sapta/30

Sekawan Limo adalah sebuah film horor komedi Indonesia tahun 2024 yang disutradarai oleh Bayu Skak. Film yang dibintangi oleh Bayu Skak, Nadya Arina, Keisya Levronka, Dono Pradana, Benidictus Siregar, Indra Pramujito, Firza Valaza, dan Audya Ananta dirilis pada 4 Juli 2024.
Bayu Skak mengusung nilai-nilai dan budaya masyarakat Jawa dalam film ini. Hal tersebut tampak dari pemilihan judul yang menggunakan bahasa Jawa. Sekawan dalam bahasa Jawa artinya empat. Jadi, Sekawan Limo artinya empat dari lima.
Sekawan Limo didasarkan dari pamali, pantangan, orang jawa bila mendaki gunung. Masyarakat Jawa Tradisional percaya bahwa gunung adalah tempat tinggal para dewa sehingga terdapat berbagai hal yang tidak boleh dilakukan ketika mendaki gunung (Sasmito, 2002). Kearifan ini diilustrasikan secara gamblang di dalam film. Film menceritakan lima pendaki yang tersesat ketika mendaki gunung. Akan tetapi dari lima pendaki tersebut, hanya empat pendaki yang merupakan manusia. Sementara sisanya merupakan setan yang mengganggu perjalanan para pendaki.
Bagas, diperankan Bayu Skak, dan Lenny, diperankan Keisya Levronka, diceritakan akan mendaki Gunung Madyopuro. Keduanya mendapat nasihat untuk mematuhi aturan-aturan tidak tertulis selama mendaki gunung dari pos penjaga: mereka tidak diperkenankan untuk menoleh ke belakang selama pendakian.
Dalam perjalanan pendakian tersebut, Bagas dan Dyny bertemu tiga pendaki lainnya yang menjadi teman selama mendaki. Akan tetapi, lambat laun muncul kejanggalan dan mereka mengalami gangguan selama perjalanan.
Mereka diganggu makhluk tak kasat mata saat berkemah. Tak hanya itu saja, mereka bahkan tersesat akibat melanggar mitos yang dipercaya masyarakat sekitar. Terlebih lagi, mereka sadar bahwa salah satu dari mereka ternyata bukan manusia.
Gangguan gangguan itu menjadi intens membuat mereka tidak dapat turun dari gunung, sampai beberapa hari kemudian mereka tetap tidak bisa turun. yang membuat Bagas sadar akan suatu hal bahwa gangguan tak kasat mata yang mereka rasakan harus berani dihadapi.
Pada bagian konflik ini Bayu Skak bisa menarik korelasi antara pamali dan gaya hidup manusia masa kini. Pamali adalah sebagai suatu larangan yang jika dilakukan akan mendatangkan celaka. Pamali didasarkan pada kekhawatiran masyarakat tradisional akan konsekuensi negatif dari melakukan suatu hal. Kekhawatiran sifatnya kekal dalam masyarakat—namun berbeda dengan masyarakat tradisional, masyarakat modern tidak memberikan istilah khusus mengenai kekhawatiran yang berjenis pamali (Dewantara, Nurdiansah, et al., 2021).
Bila masyarakat tradisional cenderung khawatir akan hal-hal yang sifatnya magis—seperti mengganggu makhluk halus dan membuat murka seorang dewa, masyarakat modern lebih mendasarkan kekhawatiran akan hal hal yang sifatnya duniawi—pertemanan, pendapatan, cinta, dll. Hal hal seperti itulah yang menjadi pamali untuk diabaikan bagi masyarakat modern.
Pamali dalam film ini adalah “pamali untuk menoleh ke belakang” yang bila didengar sepintas terkesan sangat kuno. Namun yang dimaksud Bayu Skak “menoleh ke belakang” adalah berlarut-larut dalam hal yang sudah berada di masa lalu—sebuah hal negatif yang semakin marak dilakukan oleh generasi muda (Octa, Farah 2024).
Para tokoh akhirnya menghadapi gangguan gangguan yang mereka alami, yang sebenarnya bersumber dari masa lalu kelam yang masih disesali. Mereka mulai memaafkan diri mereka dan menerima kenyataan apa adanya—nrimo ing pandum. Dengan demikian gangguan-gangguan tersebut berangsur hilang dan mereka dapat turun dengan selamat.
Ketika seseorang memposisikan diri sebagai tokoh dalam film ini, jelas akan merasakan insecurity, trauma, overthinking yang begitu parah. Bayu Skak telah berhasil menyampaikan dengan gamblang bahwa insecurity, trauma, overthinking tersebut sebenarnya adalah pamali-pamali modern yang harus segera diselesaikan. Meski demikian, makna yang dalam tersebut sedikit tertimbun oleh penggunaan bahasa yang terlalu casual bahkan kasar.
Secara keseluruhan, Sekawan Limo adalah sebuah karya penting dalam dunia film Indonesia yang berhasil menarik benang penghubung antara tradisi (Suku Jawa)dan modernitas dengan cara yang menarik.
0 Comments