Aku sudah melupakan bagaimana awal mula pembagian peran dalam drama UPRAK. Yang tersisa hanyalah ingatan samar-samar tentang hari itu—dan tentang seekor gajah yang naik sepeda motor. Apakah itu nyata? Atau hanya efek samping dari begadang semalaman? Entahlah.

Hari ini adalah pembacaan naskah. Dengan penuh semangat, aku membuka script dan… Gusti! Aku mendapat peran sebagai orang Jawa.

Sungguh plot twist yang tidak kuduga.

Awalnya, aku mengira bagianku adalah sebuah kalimat dengan tulisan Hanzi, karena, jujur saja, secara visual aku lebih mendukung untuk menjadi orang Cina—terutama yang ganteng dan paralel. Namun, kenyataan berkata lain. Aku adalah Tiyang Jawi.

Dengan segera, aku berusaha memposisikan diri sebagai seorang Tiyang Jawi yang dikenal Andhap Asor Luhur Tumindake—sungguh tantangan berat bagi seseorang yang dalam kehidupan sehari-harinya lebih cocok menyandang gelar Kurang Ajar.

Demi profesionalisme, aku pun menjalani script reading bersama temanku. Namun, ada satu kendala besar: bahasa Jawaku terdengar seperti dialek alien yang tersesat di bumi.

“Bayangin kamu itu lagi ke ulang tahun orang, terus kamu ngagumin orang yang lagi ulang tahun itu. Dia baik kek, cantik kek, dll,” demikian wejangan sakral dari Sri Sutradara.

Aku pun mulai mendalami peran. Setelah 15 menit perjuangan yang melelahkan—penuh pengulangan, penyesuaian, dan sedikit eksistensial crisis—akhirnya aku menemukan intonasi yang pas. Namun, seperti kutukan nenek sihir dalam dongeng, aku langsung lupa setelah menemukannya.

Untungnya, kesalahan fatal itu luput dari pengamatan Sri Sutradara (dan asistennya, Sri Hanoman), sehingga aku lolos tanpa teguran. Dengan penuh kemenangan, aku pun pergi meninggalkan ruang latihan.

Namun, karma memang tidak bisa dihindari.

Pada latihan berikutnya, intonasiku kacau-balau—seburuk pidato dadakan ketua kelas yang baru bangun tidur. Aku melihat ekspresi kecewa di wajah Sri Sutradara dan Nyi Sutradara. Seolah-olah mereka bertanya dalam hati: Kenapa kami memilih dia? Apakah ini cobaan hidup?

Akhirnya, aku memutuskan untuk bertobat. Berlatih di rumah. Merenungi kesalahanku. Menghafal dialog dengan penuh kesungguhan.

Sungguh aku khilaf.

Semoga di latihan berikutnya, intonasiku lebih baik. Semoga aku tidak mengecewakan lagi. Dan semoga Sri Sutradara tidak menyesali keputusan mereka seumur hidup.

Berikut cuplikan video teman saya yang sedang berlatih script:

Categories: UPRAK

Nicholas Ian Tjahyono

自强不息

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *